Assalamu'alaikum...

Sabtu, 25 Desember 2010


17 Sunah Rasul (saw)


“Ma’rifat adalah modalku
akal pikir sumber agamaku
cinta dasar hidupku
rindu kendaraanku
zikir mengingat Allah kemitraanku
keteguhan perbendaharaanku
duka sahabat karibku
ilmu alat senjataku
kesabaran pakaianku
keridhaan sasaranku
kefaliran kebanggaanku
menahan diri pekerjaanku
keyakinan makananku
kejujuran perantaraku
ketaatan ukuranku
jihad perangaianku
dan hiburanku ada dalam shalat…” *)
____________
*) Lihat: Sejarah Hidup Muhammad, Muhammad Husain Haekal
Terjemah: Ali Audahl

Sabtu, 11 Desember 2010


Munajat Cahaya


: “SUBHANALLAH…”
Bertasbih semesta bintang di langit malam,
seraya mengelukan turunnya 7.000 malaikat ke bumi…

: “ALHAMDULILLAH…”
Masing-masing malaikat memiliki 7.000 sayap,
yang tiap sayapnya memegang 7.000 lampu,
tiap lampunya berlapis 7.000 kaca,
tiap kacanya memantulkan 7.000 warna,
tiap warnanya bertabur 7.000 hiasan,
dan tiap hiasannya memancarkan 7.000 kilauan cahaya terang-benderang (sirojan-muniron)

: “ALLAHUAKBAR…”
“Ya RABB, limpahkanlah 7.000 pangkat-7 kilauan cahaya-MU menyinari Saudara/Saudari kami…
sehingga terpancar di sekujur tubuhnya,
di kepala dan inderanya,
di mata dan hidungnya,
di mulut dan telinganya,
di tangan dan kakinya,
di otak dan hatinya,
di pusar dan ari-arinya,
di kulit dan rambutnya,
di darah dan dagingnya,
di tulang dan sumsumnya,
di usus dan lambungnya,
di jantung dan paru-parunya,
di ginjal dan limpanya,
di dada dan punggungnya,
di akal dan rasanya,
di lahir dan batinnya,
di ruh dan jiwanya,
dan di tiap helaan napasnya…”

: “TAQOBBAL YA KARIM…”

Selasa, 09 November 2010

Shalat Khusyu'


TAHAP I:
          Basis pertama adalah wajib ‘tahu’ dulu, apa itu shalat: maknanya, esensinya, juga rukunnya, syaratnya, sunatnya, dan yang membatalkannya.
          Shalat secara lughah (etimologis) maknanya adalah menghubungkan/melekatkan diri kepada Allah (bahasa Parsi/Urdu: namaz) sekaligus di dalamnya terkandung makna munajat/doa dan kepasrahan total (dzikr u inqiyad). 1)
          Esensi shalat adalah mengingat Allah, sebagaimana firman-Nya: “Tegakkanlah shalat untuk mengingat-Ku!” Dan Rasulullah saw bersabda: “Shalatlah seperti kalian lihat aku bershalat.” Karena itu, para ulama fiqih mengistilahkan shalat sebagai laku ibadah yang wajib dilaksanakan oleh setiap muslim, lima waktu dalam sehari-semalam, sebanyak total 17 raka’at, dengan rukun dan syarat tertentu.
          Ini yang pertama wajib ‘tahu’ dulu, sebagai awal pelatihan/pendalaman syarat khusyu’, sebelum masuk ke tahap yang lebih khusus…
______________________________
1)             Lihat: Kasyf al-Mahjub, Al-Hujwiri, Bab: Menyingkap Tabir Shalat.

TAHAP II:
          Mulai dengan pengolahan nafas, karena nafas adalah ‘jalan’ keluar-masuknya Nur Muhammad dari ‘alam kabir (luar) ke ‘alam shaghir (dalam). Nafas juga adalah stir/kendali yang mengatur himpunan energi dari luar ke dalam diri. Dan sesuai dengan namanya, nafas berasal dari bahasa Arab: nafs, artinya diri/jiwa. Maka, nafas itulah sarana untuk mencapai nafs al-muthma’innah (diri/jiwa yang tenang).
          Jadi, pada tahap ini, pelatihan/pendalaman shalat khusyu’ dipusatkan pada pengaturan nafas: kapan harus masuk, diisap sampai penuh, kapan harus ditahan, dan kapan harus keluar, diembus sampai habis. Sehingga, dalam setiap lakunya (rukun fi’li dan qauli) menjadi berenergi. Dari situ mulai nyata: siapa ‘imam’ dalam shalat kita, dan siapa pula yang ma’mum. Nyata, yang imamnya adalah ruh, dan ma’mumnya adalah seluruh anggota diri/jiwa berikut jasmani, luar dan dalam…

TAHAP III:
          Pada tahap ini mulai dengan menghayati ‘makna’ setiap laku (rukun fi’li dan qauli) shalat: berdiri itu apa, ruku’ itu apa, sujud itu apa, duduk iftirasy (antara dua sujud) dan duduk tasyahud/tawarruk itu apa.
          Ada kisah, ketika Rasulullah saw mi’raj ke Sidrat al-Muntaha, beliau melihat para malaikat yang ibadah seraya berdiri terus, yang ruku’ terus, yang sujud terus, dan yang duduk terus. Dan karena para malaikat itu dijadikan dari cahaya, maka yang beliau lihat hakikatnya adalah lintasan-lintasan cahaya dalam ’bentuk’ berdiri, ruku’, sujud, dan duduk. Artinya, yang beliau lihat adalah cahaya-cahaya dalam ‘bentuk’ huruf (tentunya, huruf Arab).
            Dan nyatalah, bahwa kita yang shalat pun hakikatnya adalah ruh – yaitu cahaya! Jadi, cahaya ruh kita dalam shalat ibarat sedang menulis ‘bentuk’ huruf berdiri, ruku’, sujud, dan duduk – yaitu huruf alif ( ا  ), ha ( ح ), mim ( م ), dan dal ( د ), sehingga menjadi satu pengertian kata (lafadh) yang penuh kepujian: Ahmad  ( احمد )...      ______________________________
2)             Rasulullah saw bersabda: “Ana Ahmad bila mim… (aku Ahmad tanpa mim)…” (Hadits Qudsi)

TAHAP IV:
          Kunci shalat – kata Imam Al-Ghazali 3) – laksana takbiratul-ihram, yaitu fana’nya atau tenggelamnya qalbu secara total dalam zikir kepada Allah.
          Tapi, yang dimaksud Sang Imam dengan ’kunci’ di situ adalah terbukanya pintu kefana’an diri/jiwa. Sedangkan bagaimana kunci itu dipasang dengan baik dan benar, justru harus dipersiapkan sejak rukun niyat. Pada niyat itulah kita harus memasang seluruh kesadaran, pikiran, perasaan, dan rasa-ning-rasa kita secara terpusat – dengan tetap mengolah nafas. Ingatlah, bahwa dengan shalat itu hakikatnya ruh kita sedang menghubungkan/melekatkan diri kepada Allah semata.
          Dan satu hal yang tak boleh abai, yaitu thuma’ninah dalam setiap laku (rukun fi’li dan qauli) shalat. Thuma’ninah yang bukan sekadar berhenti sejenak, akan tetapi thuma’ninah yang dijiwai zikir dan tafakur! Demikian pula ketika baca Al-Fatihah dan baca doa tasyahud harus dizikiri dan ditafakuri betul, bahwa itu terbagi tiga: ada yang haq-nya Allah, haq-nya (Nur) Muhammad, dan haq-nya Insan…
______________________________
3)               Lihat: Al-Munqizh Min azh-Zhalal, Al-Ghazali, Bab: Jalan Para Sufi.

TAHAP V:
          Puncak mi’raj shalat adalah fana’ dalam ‘ingat’ ruh kita kepada Dia yang Maha Mengingat, sehingga terjadi ‘keterhubungan/keterlekatan’ total, dan diri/jiwa seakan terlempar pada ‘kesadaran’ tunggal (hening) dan ‘rasa-ning-rasa’ seakan kembali ke alam ‘azali – alam awal proses kejadian kita sebagai manusia! 4)
          Berdiri, sebagai alif ( ا ), seakan kembali ke alam sulalah (sel mani/sperma) dari saripati tanah, yang siap berebut meraih kehidupan.
          Ruku’, sebagai ha ( ح ), seakan kembali ke alam nuthfah (pembuahan sel) yang ketemu pasangannya, menjelang awal kehidupan.
          I’tidal, sebagai alif ( ا ) lagi, seakan kembali ke alam ‘alaqah (segumpal darah) yang siap menerima embusan Ruh (Nur) dari Allah.
          Sujud, sebagai mim ( م ), seakan kembali ke alam mudhghah (segumpal daging) dalam rahim atas, dalam celupan ilahi.
Duduk Iftirasy, sebagai dal ( د ), seakan kembali ke alam ‘idzama (bertulang) dan mulai berkerangka utuh-lengkap sempurna.
Sujud kedua, sebagai mim ( م ) lagi, seakan kembali ke alam lahma (berdaging-jero) di rahim bawah, lengkap dengan segala jeroannya.
Duduk tasyahud/tawaruk, sebagai dal ( د ) lagi, seakan kembali ke alam alastu (syahadah awal ruh), penyaksian Ada-Nya Allah, dan pelantikan sebagai manusia.
Syahadah, dengan telunjuk lurus, sebagai antena/radar, seakan kembali ke alam ‘kesadaran’ kita dari fana’, tersingkapnya hijab, dan seakan pecahnya ketuban.
Salam, seakan ‘lahir’ ke alam kehidupan, dan seakan berteriak “Huwa…!” dengan memberi ‘salam’ ke arah dua dunia…

Wallahu a’lam…
______________________________
4)          Lihat: Al-Qur’an (surah Al-Mu’minun, 23 : 1-14).